______ WELCOME TO MY BLOGS (Widya Hardila akbar) ______ketika seseorang membenci saya, saya hanya bisa berkata orang itu belum mengenal saya, Ketika seseorang menfitnah saya, saya hanya berserah diri kepada yang memberi kehidupan saya karena DIA lah kekuatan saya....
--
Jangan katakan “Sabar itu ada batasnya” jika kita ingin bersama Allah. Sebab, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS.2:153). --

Senin, 10 September 2012

PENDEKATAN KUANTITATIF


Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam ilmu sosiologi. Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar penelitian kuantitatif. Pembahasan asumsi dasar yang dipakai dalam penelitian kuantitatif . Asumsi dasar itu meliputi ontologim epistemologim hakikat dasar manusia serta aksiologi.

Asumsi Dasar Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif, didasarkan pada empat asumsi, yaitu ontologi (hakikat dasar gejala sosial), epistemologi (hakikat dasar ilmu pengetahuan), hakikat dasar manusia, serta aksiologi (tujuan dilakukannya suatu penelitian).

Implikasi Pemakaian Pendekatan Kuantitatif Dalam Penelitian
Penggunaan pendekatan kuantitatif, membuat peneliti harus mengikuti suatu pola yang sesuai dengan karakteristik pendekatan kuantitatif. Implikasi yang terjadi, antara lain pola linear yang terjadi dalam tahap-tahap penelitian. Pola linear ini juga berakibat peneliti harus melakukan tahap demi tahap yang ada di dalam suatu proses penelitian.
Demikian pula dalam merumuskan permasalahan, karena asumsi aksiologi penelitian kuantitatif adalah mencari penjelasan-penjelasan dan Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! hukum universal, maka permasalahan yang dirumuskan dalam pendekatan kuantitatif lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat umum. Hasil dari penelitian kuantitatif akan digeneralisasi, sehingga penggunaan sampel yang semakin mendekati jumlah populasi cenderung dilakukan di dalam penelitian kuantitatif.


TEORI DAN PENGUKURAN
Teori
Kedudukan teori dalam penelitian kuantitatif sangatlah penting. Hal ini dikarenakan dari teori tersebut instrumen penelitian ditentukan. Alur penjelasan dalam penelitian kuantitatif berbentuk deduktif, yaitu suatu alur berpikir yang mengawali penjelasannya dengan penjelasanpenjelasan yang bersifat umum dan mengakhiri penjelasan-penjelasan yang bersifat khusus.
Suatu pernyataan dikatakan sebagai teori bila di dalamnya terdapat serangkaian proposisi antara konsep-konsep yang Baling berhubungan, yang menjelaskan secara sistematis suatu fenomena sosial mengenai hubungan di antara konsep yang ada dan menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya serta bagaimana bentuk hubungannya.
Komponen dari teori adalah konsep-konsep, variabel-variabel, dan proposisi-proposisi. Setiap gejala sosial yang dijelaskan dengan suatu teori akan menjelaskan pula tingkat analisis dari gejala sosial yang dimaksud. Tingkat analisis terbagi menjadi dua yaitu mikro dan makro. Pada tingkat analisis terdapat unit sosial yang dapat digunakan untuk mengukur suatu variabel, unit sosial ini disebut dengan unit analisis
Fungsi teori sendiri dalam suatu penelitian kuantitatif adalah untuk merumuskan pertanyaan penelitian, mengidentifikasi konsep-konsep dan merumuskannya ke dalam bentuk variabel-variabel, merumuskan hipotesis, dan menetapkan unit analisis.

Validitas dan Reliabilitas
Tahap-tahap pengukuran dalam penelitian kuantitatif melalui tiga tahap, yaitu konseptualisasi, identifikasi variabel, dan operasionalisasi konsep. Konseptualisasi merupakan usaha untuk mengembangkan dan memperjelas arti suatu konsep. Tahap ini dimulai dengan menjelaskan gambaran mendasar dari suatu konsep melalui kata-kata dan contoh, dan diakhiri dengan suatu definisi verbal yang akurat tentang suatu konsep.
Tahap identifikasi variabel, merupakan identifikasi wujud dari suatu konsep atau bergerak dari bahasa konsep ke bahasa variabel. Seperti telah Anda ketahui bahwa variabel adalah konsep yang memiliki variasi dalam nilai dan kategorinya. Sedangkan indikator adalah contoh konkrit dari suatu variabel dengan tingkat abstraksi yang lebih rendah dari variabel. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,kerjakanlah latihan berikut!
Tahap operasionalisasi, merupakan tahap ketiga dari pengukuran dalam penelitian. Pada tahap ini peneliti menjelaskan secara rinci bagaimana unit analisis yang ada dimasukkan ke dalam nilai atau kategori yang telah ditetapkan. Untuk melakukan hal itu diperlukan adanya definisi operasional. Definisi operasional merupakan gambaran rinci tentang prosedur yang perlu dilakukan dalam memasukkan (menetapkan) unit analisis ke dalam kategori suatu variabel.
Alat ukur yang telah ditetapkan sebelum digunakan terlebih dahulu hares diuji. Pengujian instrumen penelitian dilakukan dengan uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah untuk melihat apakah definisi operasional telah benar-benar mengukur atau sesuai dengan definisi konseptual. Dengan kata lain, validitas berkenaan dengan tingkat kesesuaian antara definisi konseptual dan definisi operasional dari variabel. Terdapat beberapa jenis validitas, yaitu Face Validity, Content Validity, Criterion-Related validity.
Reliabilitas adalah pengujian alas ukur yang bertujuan untuk melihat stabilitas dan konsistensi dari suatu definisi operasional. Suatu alas ukur dikatakan reliabel jika kita selalu mendapatkan hasil yang tetap sama dari pengukuran gejala yang sama, meski dilakukan pads waktu yang berbeda-beds. Tiga jenis reliabilitas, yaitu stability reliability, representative reliability, equivalence reliability.


SKALA DAN INDEKS
Skala
Sistem alas ukur terdiri dari sistem nominal, ordinal, interval dan rasio. Alat ukur atau skala yang dimaksud di sini adalah skala dalam pengertian umum. Skala nominal memberikan identitas pada nilai dari variabel penelitian sehingga dapat membedakan nilai-nilai tersebut. Skala ordinal mempunyai fungsi untuk mengurutkan atau memberi jenjang. Skala interval mempunyai fungsi baik membedakan, mengurutkan maupun intervalisasi atau memberi selang yang dapat dipredeksi secara matematis besarnya sehingga menghitung dapat mudah dilakukan. Skala rasio merangkum ketiga fungsi tadi dan membuat nilai variabel dapat mempunyai perbandingan sate sama lain karena adanya kondisi pengukuran yang sama.
Indeks
Indeks dan skala berbeda dalam hal penentuan skor. Akumulasi skor untuk setiap pertanyaan adalah penentuan skor dalam indeks, sedangkan skala skor dihitung berdasarkan pola-pola atribut dari tiap nilai variabel. Dalam menyusun indeks, terdapat beberapa cara yang harus dilakukan, yaitu:
penyelesaian pertanyaan yang akan diajukan;
hubungan antar pertanyaan;
menentukan skor.
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Terdapat metode penghitungan yang diperkenalkan oleh Guttman, Likert, Thurstore, ketiganya adalah alat ukur gabungan untuk sebuah variabel. Masing-masing memiliki kekhususannya sendiri dan mempunyai alat ukur yang spesifik serta berbeda satu sama lain. Namun dapat dilihat bahwa ketiganya banyak digunakan para peneliti untuk mengukur sikap manusia.


POPULASI DAN SAMPEL
Pengertian Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kuantitatif, penggunaan populasi dan sampel memegang peran yang penting. Bukan, saja kita dituntut untuk memahami dengan baik, apa yang dimaksud dengan populasi dan sampel, namun kita juga harus dapat menerapkannya dengan baik dan benar. Banyak hal yang harus dijadikan pertimbangan ketika kita akan melakukan proses penarikan sampel. Perlu tidaknya kita mengambil

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,
kerjakanlah latihan berikut!

sampel, juga merupakan satu hal yang perlu kita pertimbangkan. Demikian pula besar kecilnya sampel perlu kita pertimbangkan dengan benar. Segala pertimbangan tersebut dapat berakibat pada kebenaran ilmiah dari hasil laporan yang kita lakukan.
Dalam mempelajari populasi dan sampel, terdapat beberapa konsep yang harus kita pahami baik-baik, yaitu populasi target, populasi survei, sampling unit, sampling element, unit analisis dan unit observasi, yang semua konsep tersebut saling terkait. Dalam melakukan pertimbanganpertimbangan, maka sebaiknya pertimbangan yang sifatnya praktis, seperti pertimbangan akan masalah biaya, waktu dan tenaga, jangan sampai pertimbangan praktis tersebut menjadi bahan pertimbangan utama.

Teknik Penarikan Sampel
Ada dua cara teknik penarikan sampel, yaitu secara probabilita dan non probabilita. Untuk teknik yang probabilita terbagi menjadi random sederhana, sistematis, stratifikasi, serta cluster. Demikian pula untuk yang nonprobabilita terbagi ke dalam purposive, snowball, accidental, serta quota. Sebaiknya peneliti melakukan teknik yang probabilita, karena dengan demikian hasil penelitian bisa digeneralisasikan ke tingkat populasi.

RAGAM PENELITIAN KUANTITATIF
Survai dan Eksperimen
Istilah survei biasanya dirancukan dengan istilah observasi dalam pengertian sehari-hari. Pada hal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda, walaupun keduanya merupakan kegiatan yang saling berhubungan.
Menurut kamus Webster, pengertian survei adalah suatu kondisi tertentu yang menghendaki kepastian informasi, terutama bagi orangorang yang bertanggung jawab atau yang tertarik. Tujuan dari survei adalah memaparkan data dari objek penelitian, dan menginterpretasikan dan menganalisisnya secara sistematis. Kebenaran informasi itu tergantung kepada metode yang digunakan dalam survei.
Ada beberapa tipe dalam survei, yaitu:
Survei yang lengkap, yaitu yang mencakup seluruh populasi atau elemen-elemen yang menjadi objek penelitian. Survei tipe ini disebut sensus.
Survei yang hanya menggunakan sebagian kecil dari populasi, atau hanya menggunakan sampel dari populasi. Jenis ini sering disebut sebagai sample survey method.
Eksperimen adalah usaha pengumpulan data sedemikian rupa, sehingga memungkinkan memperoleh kesimpulan yang jelas, terutama kebenaran suatu hipotesis yang menyangkut hubungan sebab-akibat. Di dalam melakukan eksperimen, peneliti harus menciptakan suatu situasi buatan atau kondisi yang dimanipulasi, untuk dapat memperoleh data yang diperlukan untuk pengukuran suatu gejala yang tepat. Penelitian eksperimen tidak hanya dilakukan di suatu ruangan yang tertutup, seperti ruang laboratorium, tetapi juga dapat dilakukan di lingkungan yang tidak dibuat dengan desain khusus. Namun kedua cara ini mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Metode Polling
Akhir-akhir ini, istilah polling semakin sering terdengar. Di media massa, seperti radio, televisi, koran, majalah, melakukan polling. Dengan berkembangnya teknologi informasi, polling juga dapat dilakukan melalui internet.
Kelihatannya pelaksanaan polling lebih simpel daripada survei atau jenis penelitian lainnya, namun jika tidak memperhatikan metode atau kode etik yang berlaku, maka akan dapat merugikan lembaga penyelenggara polling itu sendiri.
Polling sangat erat dengan kaitannya dengan sistem politik di suatu negara. Ada orang yang berpendapat bahwa polling erat kaitannya dengan demokrasi. Hal ini dikarenakan pendapat umum merupakan sumber legitimasi dalam pengambilan keputusan yang demokratis. Jadi jika akhir-akhir ini di Indonesia sering dilakukan polling oleh media massa maupun lembaga lain, dan hasil dari polling tersebut sangat berperan dalam pengambilan keputusan, maka dapat dikatakan negara kita semakin demokratis. Apa polling itu?
Menurut Eriyanto (1999), polling adalah suatu penelitian (survei) dengan menanyakan kepada masyarakat mengenai pendapat suatu isu/masalah tertentu. Secara metodologis, polling adalah suatu teknik untuk menyelidiki apa yang dipikirkan orang terhadap isu/masalah yang muncul. Jadi polling adalah metode untuk mengetahui pendapat umum (public opinion).
Pengertian tentang pendapat umum (public opinion) adalah sebagai apa yang dipikirkan, sebagai pandangan dan perasaan yang sedang berkembang di kalangan masyarakat tertentu mengenai setiap isu yang menarik perhatian rakyat.
Ada beberapa tahapan dalam polling, yaitu: penentuan topik, menentukan tujuan polling, menentukan populasi, menentukan metode pengambilan data yang akan digunakan clan menentukan teknik pengolahan data dan penyajian hasil (publikasi).
TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pembuatan Koesioner
Terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuat kuesioner yaitu:
Menyusun pertanyaan
Dalam tahap ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
Kejelasan konsep atau variabel yang akan digunakan.
Standarisasi pertanyaan.
Objektivitas pertanyaan.
Relevansi unit pengamatan.
Isi pertanyaan
Isi pertanyaan berkaitan dengan jenis pertanyaan yang terdiri dari 4

jenis pertanyaan, yaitu tentang:
fakta;
opini;
informasi atau pengetahuan;
persepsi diri.
Terdapat 4 tipe kesalahan yang harus diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, yaitu:
satu pertanyaan yang mengandung dua pertanyaan;
kata-kata tidak jelas atau kabur;
bahasa yang tidak sesuai kemampuan;
pertanyaan yang mengarahkan jawaban.
Bentuk dan urutan pertanyaan
Bentuk pertanyaan digolongkan dalam beberapa kategori, yaitu:
pertanyaan tertutup;
pertanyaan terbuka;
pertanyaan setengah terbuka.
Sedangkan urutan pertanyaan berkaitan dengan mengurutkan daftar pertanyaan agar diperoleh data yang cukup memadai.

Teknik Kuesioner
Teknik kuesioner dapat ditempuh dalam beberapa cars, yaitu:
Teknik mailed questionnaire
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
Ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cars mengirimkan kuesioner kepada responder ke rumah masing-masing
Teknik pembagian kuesioner secara langsung
Teknik ini ditempuh dengan cars menemui responder secara langsung dan kuesioner diisi sendiri oleh si responder
Teknik wawancara berstruktur
Teknik ini merupakan suatu wawancara didasarkan pada kuesioner, dimana pewawancara akan membacakan pertanyaan satu per satu kepada responder

PERSIAPAN DATA
Editing Data
Tahap editing data atau yang disebut juga tahap pemeriksaan data adalah proses peneliti memeriksa kembali data yang telah terkumpul untuk mengetahui apakah data yang terkumpul cukup baik dan dapat diolah dengan baik. Dalam editing data dibutuhkan perhatian terhadap lengkapnya pengisian, kejelasan tulisan, kejelasan makna jawaban, konsistensi antarjawaban, relevansi jawaban dan keseragaman kesatuan data.
Proses koding data adalah usaha penyederhanaan data penelitian. Proses ini di jalankan dengan membuat kode untuk masing-masing kategori jawaban. Keuntungan yang didapat adalah mempermudah dan mempercepat analisis serta mempermudah penyimpanan data yang ada.
Dalam koding data perlu diperhatikan sistem pengkodean berdasarkan jenis pertanyaan. Terdapat dua macam sistem pengkodean yang berbeda yaitu terhadap jawaban pertanyaan tertutup dan terhadap jawaban pertanyaan terbuka. Sistem lain yang lebih terperinci adalah berdasarkan jenis pertanyaan. Tahap selanjutnya adalah cleaning data. Pada tahap ini, suapaya data mudah dianalisis, data yang ada diringkas. Tentunya terdapat informasi yang hilang, namun usaha ini pada hakikatnya dilakukan untuk mengecek dan menghilangkan data-data yang tidak perlu atau dapat merusak pengolahan data.
Proses lainnya adalah recording data. Yang dimaksudkan di sini adalah proses perekaman atau pengkoleksian data dalam sebuah wahana yang dapat memaparkan hasil penelitian kita. Wahana, tersebut dapat berupa komputer atau wahana lainnya.
Kemudian proses pembentukan yang merupakan proses dengan mengkode data berdasarkan buku kode yang telah disusun. Data dimasukkan ke dalam lembar kode dengan kode angka yang sudah di tentukan.

Rencana Analisa Data
Rencana analisis data harus dibuat dalam penelitian, karena dengan proses ini dapat menuntun peneliti bagaimana data yang ada harus disusun agar mempunyai makna.
Rencana analisis data didasarkan pada kondisi yang telah dikumpulkan yang berarti dapat saja data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat berbeda dengan apa yang telah direncanakan semula.
Ada beberapa kondisi data penelitian:
adanya keterbatasan dan peneliti sehingga rencana data yang seharusnya bisa digali ternyata tidak banyak dapat dilakukan.
Data yang didapat dilapangan tidak terbatas pada data yang sudah direncanakan.
Dari data yang direncanakan hanya beberapa bagian yang diperoleh di lapangan.
Terjadi ketidaksamaan antara data yang direncanakan dengan data yang diperoleh.



ANALISA DAN PENYAJIAN DATA
Penyajian Data
Setelah data sudah selesai diolah, maka tahap selanjutnya adalah menampilkan data tersebut dalam bentuk laporan. Dalam penyajian datanya, kita bisa menyajikan dalam dua cara, yaitu dengan menggunakan angka-angka yang dibuat dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel frekuensi ini bisa menyajikan tabel univariat (satu variabel), tabel bivariat (untuk dua variabel), serta tabel multivariat (untuk lebih dari dua variabel). Tabel univariat digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari sebuah variabel.
Tabel bivariat digunakan untuk memberikan gambaran pola hubungan antar variabel. Sedangkan tabel multivariat digunakan untuk memberikan gambaran pola hubungan antar dua variabel yang dikontrol dengan variabel ketiga. Penyajian lain dengan cara menampilkan grafik. Ada banyak ragam grafik, yang masing-masing hanya bisa digunakan untuk variabel-variabel tertentu.
Analisa Data
Untuk melakukan interpretasi dan analisis data, maka pemahaman akan skala variabel menjadi penting, karena ada beberapa perhitungan statistik yang didasarkan pads skala variabel. Untuk univariat, baik disajikan melalui tabel frekuensi maupun melalui grafik, cars interpretasinya biasanya dilakukan dengan melihat persentasenya. Untuk tabel bivariat, bisa dilihat berdasar ada tidaknya hubungan, sifat hubungan, serta kekuatan hubungan. Untuk multivariat ada 5 tipe elaborasi yang dimungkinkan, yaitu spesifikasi, replikasi, interpretasi, eksplanasi, serta suppressor.

Kamis, 12 April 2012

Masalah Korupsi di Indonesia

        Pada bagian ini, akan diberikan sedikit gambaran mengenai bagaimanan upaya-upaya yang telah dilakukan (pemerintah) untuk mengatasi masalah korupsi dan memberantas korupsi yang terjadi di negara ini. tetapi sebelum hal itu, akan dijelaskan terlebih dahulu secara selintas mengenai masalah korupsi yang terjadi di Indonesia yang diambil dari beberapa kasus yang pernah terjadi dan dari hasil beberapa penelitian yang pernah dilakukan.
        Anda pasti sepakat bahwa untuk menggambarkan masalah korupsi di Indonesia bukanlah hal yang mudah karena begitu luasnya ruang lingkup masalah korupsi itu. Pertanyaannya, dari mana kita akan memulai menggambarkan masalah korupsi ini ? Barangkali anda pernah ingat suatu pernyataan Bung Hatta almarhum pada saat  beliau menjadi Wakil Presiden RI dimana beliau mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah membudaya. Padahal, pada masa itu masalah korupsi di Indonesia belum berkembang menjadi "serumit" seperti sekarang ini.
        Meskipun mendapat banyak tantangan dari beberapa pihak, terutama dari para ahli kebudayaan, kenyataan yang memang tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku korup itu telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian kita. lalu, mengapa dikatakan "sudah membudaya"? Disebut "sudah membudaya", karena perilaku korupsi tersebut seolah-olah telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari dimana perbuatan korupsi itu dilakukan secara berulang-ulang dan terus-menerus.
        Cobalah anda amati kejadian disekitar kita yang kita alami sendiri atau yang informasinya kita peroleh melalui berita di koran , di TV, di internet dan berbagai media lainnya. Kesenuanya memperlihatkan bahwa korupsi terus terjadi, makin meningkat jumlahnya, makin bervariasi jenisnya serta kualitas modus operandi (cara melakukan)-ny, serta dilakukan oleh berbagai kalangan.
        Istilah-istilah yang digunakan untuk menyebutkan perilaku korupsi juga kian bergam dan menjadi istilah-istilah yang akrab ditelinga kita. Akibatnya, perbuatan itu semakin dianggap "tidak menyimpang". Lihat saja berbagai istilah yang muncul yang menggambarkan mengenai tindakan perbuatan korupsi dan sering kali kita temui dilapangan, antara lain uang semir, uang pelicin, uang rokok, uang lelah, biaya kemitraan, uang kehormatan, uang jasa, uang komisi, biaya adminstrasi dan sejenisnya.
        Apakah memang demikian? Apakah karena perilaku korupsi dianggap menjadi bagian dari budaya sehingga sulit dibasmi? Apakah memang benar bangsa kita sudah menganggap perilaku kurupsi sebagai sesuatu yang wajar? Tentunya jawabannya adalah tidak karena pemerintah Indonesia telah dan akan terus berjuang untuk mengatasi masalah ini, betapapun sulitnya.
Sekarang mari kita lihat beberapa kasus dan hasil penelitianmengenai korupsi di Indonesia, seperti yang telah disinggung diatas.
  1. Sudirman Said dan Nizar Suhendra dalam tulisannya tentang "korupsi dan Masyarakat Indonesia" ("Mencuri UAng Rakyat", Buku 1, 2002), mengungkapkan bahwa memang banyak versi yang berkembang tentang skala dan ruang lingkup korupsi di Indonesia. Ada yang memperkirakan 30% sampai 40% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun bocor dikorupsi. Sektor swasta menghitung sekurang-kurangnya 30% dari biaya tidak resmi telah masuk dalam komponen biaya produksi mereka. Selain itu, lebih dari Rp 100 triliun dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) lenyap akibat ambruknya belasan bank swasta yang "digangsir" (digerogoti) para pemilik dan pengelolanya. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang nilai uang dan transaksinya dalam jumlah besar justru merupakan sarang korupsi yang sangat empuk.
  2. Penelitian yang dilakukan oleh status, yaitu LSM Kemitraan Bagi Pembaruan Tata Pemerintahan Indonesia, yag dilakukan pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa korupsi telah menyentuh semua lini kehidupan masyarakat. untuk menggambarkan betapa korupsi telah merajalela, mereka mengungkapkannya sebagai berikut bahwa "korupsi terjadi mulai dari istana hingga kelurahan, sejak lahir sampai mati, dari tempat ibadah hingga toilet". ini artinya bahwa korupsi bisa terjadi dimana saja dan dilakukan oleh siapa saja, tanpa membedakan tempat, usia, jabatan maupun status. Penelitian itu mengungkapkan tentang potret riil kinerja lembaga-lembaga publik dalam kaitannya dengan praktik-praktik korupsi. tternyata, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dimata masyarakat (respondennya ibu rumah tangga, pengusaha dan pejabat pemerintah) yang dinyatakan sebagai lembaga terkorup di Indonesia adalah "Polisi Lalu Lintas, Bea da Cukai dan Lembaga Pengadilan". sedangkan yang dinyatakan terbersih (tidak korup) adalah "kantor pos dan Organisasi Keagamaan". penelitian ini juga menggambarkan bahwa hampir separuh (48%) pegawai negeri telah menerima pembayaran tidak resmi.
  3. Penelitian Dr. Sinaga juga mengidentifikasi adanya 11 titik rawan kebocoran dana pembangunan di Indonesia (Media Indonesia, 27 juli 1995), antara lain berikut ini.
          1.   Penyusunan Daftar Usulan Proyek (DUP).
          2.   Pengusuln DaftarUsulan Proyek (DUP).
          3.   Pembahasan DUP.
          4.   Proses tender/lelang.
          5.   Penyiapan referensi bank.
          6.   Realisasi Proyek.
          7.   Saat pembayaran proyek.
          8.   Komisi untuk Pimpinan Proyek.
          9.   Komisi untuk aparat Kantor Pembendaharaan Negara (KPN).
          10. Proses pengiriman barang.
          11.  Pada saat dilakukan pengawasan oleh pengawas oleh eksternal.

        Oleh karena adanya kebocoran-kebocoran ini maka dapat dibayangkanbesarnya dana pembangunan yang terpakai bukan untuk kepentingan pembangunan itu sendiri, apalagi bila dana yang dikorup tersebut sampai mengorbankan kualitas hasil pembangunan. Suatu kenyataan yang juga patut Anda ketahui dalam gambaran tentang korupsi di Indonesia adalah maaraknya praktik-praktik korupsi di pemerintah-pemerintah daerah (Pemda) sejak diberlakunya otonomi daerah yang memberi keluasan kepada Pemda masing-masing untuk mengatur rumah tangganya sendiri (UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999). Ternyata keleluasaan Pemda untuk membuat kebuijakan di daerahnya sendiri dan sekaligus menetapkan anggaran belanja daerahnya mading-masing membuka peluang terjadinya penyelewengan-penyelewengan ditingkat daerah.

Rabu, 08 Februari 2012

TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION DARI SUTHERLAND

           Teori Sutherland ini menunjukkan dengan jelas sifat dan dampak dari pengaruh kelompok lingkungan terhadap individu. Teori ini sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu teori yang unik atau baru, akan tetapi teori Sutherland ini mencoba untuk memberikan suatu perumusan yang logis dan sistematis dari rangkaian hubungan-hubungan yang memungkinkan kejahatan dapat diterima dan dimengerti sebagai tingkah laku yang normal dan dipelajari, tanpa menyinggung-nyinggung teori-teori kelainan biologis atau psikologis.
Oleh karenanya, teori ini semata-mata bersifat sosiologis, yaitu berpusat kepada hubungan-hubungan sosial, yang mencakup frekuensi, intensitas dan arti penting daripada asosiasi, namun tidak merujuk kepada kualitas atau ciri-ciri individu, maupun kepada sifat-sifat dunia alamiah yang konkret dan dapat dilihat (Vold, 1979;235).


            Aspek-aspek struktural daripada asosiasi manusia, lazim disebut organisasi sosial. Organisasi sosial merujuk kepada suatu kumpulan maksud-maksud atau tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan bersama dari anggota-anggota suatu kelompok yang memberi arti dan tekanan pada asosiasi atau pergaulan mereka. jadi, disorganisasi asosiasi bukanlah berarti non-organisasi atau tidak ada organisasi, malainkan merupakan asosiasi-asosiasi yang berlainan dan untuk maksud-maksud atau tujuan-tujuan yang berlainan. didalam kelompok atau sub-kelompok yang mengalami disorganisasi sosial ini, ikatan bersama yang mendasari asosiasi adalah pemikul bersama daripada kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang diteruskan secara bebas, dari anggota yang satu ke anggota-anggota lainnya. ikatan bersama ini merupakan suatu realitas psikologis daripada organisasi kelompok. didalam kondisi ini, dimana terdapat organisasi-organisasi sosial yang berlainan atau berbeda, maka tidak dapat dihindari bahwa beberapa anggota kelompok akan mengikuti dan mendukung pola-pola tingkah laku kriminal. ada yang akan bersifat netral atau tidak melibatkan diri didalam kejahatan, tetapi ada pula yang akan bersifat tegas anti-kriminal, atau tegas-tegas menjunjung tinggi hukum (Vold,1979;236)
Jadi, fakta dasar daripada adanya organisasi sosial yang berbeda didalam masyarakat sekeliling kita ialah bahwa asosiasi berbeda itu dapat menimbulkan kriminalitas pada individu. oleh karenanya, asosiasi berbeda ini merupakan konsekuensi logis daripada prinsip belajar dengan asosiasi (Vold,1979;236)
Kemudian yang dimaksud dengan asosiasi diferensial adalah bahwa, orang yang bergaul dengan pencuri kemungkinan besar akan menjadi pencuri juga. sebaliknya orang yang lebih seringa bergaul dengan orang yang taat beribadah maka ia akan menjadi orang yang taat beribadah pula. hal ini disebabkan karena masyarakat kita secara berbeda dibagi dalam kelompok-kelompok, yang dalam konteks ini adalah kelompok kriminal dan mereka yang taat beribadah, ditambah lagi dengan berlakunya prinsip asosiasi berbeda. jadi, prinsip asosiasi berbedaini berlaku baik bagi kelompok anti-kriminal. Sutherland mencoba untuk memberikan dasar yang objektif dan ilmiah kepada teorinya dengan menghubungkannya dengan aspek-aspek lahiriah yang dapat dilihat pada asosiasi, dan yang dapat diperhitungkan didalam asosiasi seseorang dengan teman-teman sepergaulannya.
            Didalam perumusan pertamanya yang dimuat dalam tahun 1939, kejahatan adalah dirumuskan sebagai hasil daripada frekuensi dan konsistensi seseorang bergaul denga pola-pola kriminal, sedang pola-pola kriminal tersebut adalah hasil daripada kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda dan bentrokan-bentrokan atau konflik kebudayaan didalam masyarakat.
perbedaan-perbedaan individual didalam sifat kepribadian dan didalam berbagai situasi sosial, hanyalah berarti apabila perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi frekuensi atau konsistensi pergaulan dengan pola-pola kriminal. Didalam perumusan tersebut tingkah laku jahat dibatasi oleh "tingkah laku jahat yang sistematis, maksudnya bahwa suatu kriminalitas itu telah menjadi "way of life" yang diterima oleh si individu (misalnya pencuri profesional). akan tetapi, dalam tahun 1947 pembatasan ini ditiadakan, sehingga teorinya dianggap berlaku bagi semua jenis kejahatan.
Pada tahun 1949 Sutherland (Vold,1979;237), mengemukakan bahwa teorinya berlaku bagi "white collar crime", dan karena ini maka teori tersebut dianggap berlaku bagi semua tingkah laku jahat. salah satu masalah yang selalu meragukan kebenaran teori asosiasi berbeda dari Sutherland adalah fakta, suatu kenyataan bahwa tidak semua orang yang berhubungan denga kriminalitas meniru atau menuruti pola-pola kriminal. jad, apakah sebenarnya perbedaan dalam sifat atau kualitas asosiasi, dimana pada orang yang satu mengakibatkan dia menerima sikap dan tingkah laku kelompok itu tanpa menerimanya .
Sutherland mencoba untuk mejelaskannya berdasar frekuensi dan konsistensi asosiasi dengan pola-pola kriminal. akan tetapi, pendapat ini hanyalah merupakan suatu asumsi belaka yang tidak dibuktikan dengan fakta-fakta.
Jawaban lain terhadap masalah diatas berupa suatu sugesti, bahwa responsi yang diferensial atau yang berbeda dari individu-individu yang berhubungan dengan pola-pola kriminal merupakan fungsi dari ciri-ciri atau sifat-sifat kepribadiannya yang spesifik. jadi hal ini merupakan aspek dari adanya perbedaan-perbedaan individual. Reckless, dalam kaitan ini mengemukakan bahwa asosiasi berbeda dan responsi berbeda akan terjadi bersamaan dan tidak sendiri-sendiri. akan tetapi, juga pendapat ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya.




            Berikut ini akan disajikan postulat-postulat yang dikemukakan oleh Sutherland dalam kerangka teorinya yang dikenal sebagai asisiasi yang berbeda, yakni :
  1. Kejahatan dipelajari. secara negatif, hal ini berarti bahwa kejahatan tidaklah diwariskan.
  2. Kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang-orang lain melalui proses komunikasi.
  3. Bagian pokok dari proses belajar kejahatan berlangsung didalam kelompok-kelompok pribadi yang intim.
  4. Proses belajar kejahatan meliputi: (1) teknik-teknik untuk melakukan kejahatan yang sering kali sangat rumit dan sebaliknya, sering kali juga sangat sederhana, (2) arah notif, dorongan, pembenaran dan sikap-sikap.
  5. Arah khusus motif dan dorongan dipelajari dari definisi-definisi mengenai menguntungkan atau tidaknya aturan-aturan hukum yang ada.
  6. Seseorang menjadi delinkuin oleh karena dia lebih mempunyai definisi yang mendukung pelanggaran hukum dibandingkan dengan definisi-definisi yang yang tidak mendukung pelanggaran hukum.
  7. Pengelompokan yang berbeda-beda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi, lamanya, prioritas dan intensitasnya.
  8. Proses belajar kejahatan melalui pengelompokan dengan pola-pola kejahatan atau anti kejahatan menyangkut semua mekanisme yang terdapat dalam proses belajar apapun.
  9. Walaupun kejahatan merupakan perncerminan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, akan tetapi tidak dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai tersebut, oleh karena prilaku yang tidak jahat pun merupakan pencerminan nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan yang sama.

Senin, 06 Februari 2012

Reaksi Sosial

                Reaksi Sosial terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan (penjahat), dilihat dari segi pencapaian tujuannya dapat dibagi menjadi dua, yakni reaksi yang bersifat (represif) dan reaksi yang bersifat (preventif).
karena berbeda tujuannya maka secara operasionalnya pun akan berbeda, khususnya dari metode pelaksanaan dan sifat pelaksanaannya.
secara singkat, pengertian reaksi atau tindak represif adalah tindakan yang dilakukan oleh masyarakat (formal) yang ditujukan untuk menyelesaikan kasus atau peristiwa kejahatan yang telah terjadi , guna memulihkan situasi dengan pertimbangan rasa keadilan dan kebenaran yang dijunjung tinggi.

                Sementara itu yang dimaksud dengan reaksi atau tindak (preventif) adalah tindak pencegahan agar kejahatan tidak terjadi. artinya segala tindak-tindak pengaman dari ancaman kejahatan adalah prioritas dari reaksi preventif ini.
Menyadari pengalaman-pengalaman waktu lalu bahwa kejahatan adalah suatu perbuatan yang sangat merugikan masyarakat berupaya untuk mencegah agar perbuatan tersebut tidak dapat terjadi.